Kelantan FC Bubar Sepak Bola Malaysia
score.co.id, kami selalu berusaha menghadirkan cerita di balik gemerlap dunia sepak bola, dan kali ini sorotan tertuju pada Kelantan FC. Nama Kelantan FC, atau dulu dikenal sebagai Kelantan FA, bukan sekadar klub bagi warga Kelantan—ia adalah simbol kebanggaan, semangat, dan identitas. Berdiri sejak 1946, klub ini punya cerita panjang yang penuh warna. Stadion Sultan Muhammad IV, markas mereka, selalu hidup dengan sorakan “The Red Warriors” yang menggetarkan. Tapi, di balik kejayaan masa lalu, kini klub ini terpuruk dalam krisis yang membuat penggemar bertanya: apa yang salah?
Pernah, di tahun 2012, Kelantan FC mencetak sejarah dengan meraih treble gemilang: Liga Super Malaysia, Piala FA Malaysia, dan Piala Malaysia. Saat itu, mereka adalah raksasa yang disegani. Namun, seperti pohon yang perlahan keropos, masalah mulai muncul. Krisis keuangan, manajemen yang goyah, dan performa buruk di lapangan membuat klub ini jatuh ke titik terendah. Pada 2024, kabar pahit datang: Kelantan FC kehilangan lisensi untuk berlaga di Liga Super 2024-2025. Mari kita bedah apa yang membawa mereka ke jurang ini.
Personal: Mengapa Kelantan FC Jatuh dari Singgasana?
Saya masih ingat betapa ramainya diskusi di warung kopi saat Kelantan FC merajai Liga Super. Tapi, melihat kondisi mereka sekarang, rasanya seperti menyaksikan sahabat lama yang tersandung masalah besar. Ada beberapa faktor yang membuat klub ini terpuruk, dan semuanya saling terkait seperti benang kusut.

Dompet yang Kering dan Janji yang Tak Pasti
Bayangkan jadi pemain yang berlatih keras, tapi gaji tak kunjung datang. Itulah realitas pahit yang dihadapi skuad Kelantan FC sejak 2023. Tunggakan gaji pemain dan staf jadi masalah utama. Bahkan, Liga Sepak Bola Malaysia (MFL) sampai melarang klub ini mendatangkan pemain baru karena tak bisa membayar iuran pensiun (EPF) dan gaji untuk April-Mei 2023. Pemilik klub, Norizam Tukiman, pernah berjanji melunasi tunggakan, bahkan memberikan uang muka RM1.000 jelang Lebaran. Tapi, janji itu seperti angin lalu—tak semua pemain kebagian, dan pembayaran pun serba tak jelas.
Masalah ini bukan cuma soal uang, tapi juga kurangnya rencana jangka panjang. Klub seolah hidup dari hari ke hari, tanpa strategi untuk menyehatkan keuangan. Akibatnya, saat MFL memberikan tenggat untuk melunasi utang pada November dan Desember 2023, Kelantan FC hanya bisa meminta tambahan waktu. Sayangnya, waktu tak bisa menyelamatkan mereka dari penolakan lisensi.
Aturan MFL yang Tak Bisa Ditawar
MFL punya standar ketat untuk klub Liga Super, mulai dari keuangan, infrastruktur, hingga administrasi. Kelantan FC tersandung di dua poin keuangan: bebas utang ke karyawan dan pajak per Juni (F.04), serta bebas utang per Agustus (F.11). Mereka harus melunasi semua tunggakan atau menunjukkan kesepakatan dengan pemain dan staf sebelum 15 November 2023, plus membuktikan stabilitas keuangan pada 30 November.
Realitasnya? Mereka gagal di kedua tenggat itu. Meski tak punya utang per Juni, laporan Agustus menunjukkan utang baru. Badan Instansi Pertama MFL, dipimpin Sheikh Mohd Nasir, tak mendapat bukti pembayaran atau kesepakatan yang diminta. Permen apa yang lebih genit dari permen cokelat? Bukan permen, tapi permintaan perpanjangan waktu dari Kelantan FC—sayangnya, itu tak cukup. Banding pada Januari 2024 pun ditolak, menutup harapan mereka untuk bertahan.
Manajemen Kacau dan Penggemar yang Kecewa
Selain dompet yang bermasalah, manajemen Kelantan FC juga seperti kapal tanpa nahkoda. Pimpinan klub tak punya visi jelas, membuat rencana jangka panjang cuma angan-angan. Penggemar, yang dikenal sebagai salah satu yang paling fanatik di Malaysia, mulai muak. Banyak yang protes, menuntut Norizam menjual klub ke tangan yang lebih mampu.
Kekecewaan ini diperparah oleh masalah di Asosiasi Sepak Bola Kelantan (KAFA). Pada 2024, FAM menangguhkan keanggotaan KAFA karena pelanggaran prosedur dalam kongres dan pemilihan komite. Meski tak langsung terkait Kelantan FC, kekacauan ini mencerminkan betapa berantakannya sepak bola di Kelantan, yang ikut menyeret klub ke bawah.
Apa yang Terjadi Setelah Kelantan FC Tersingkir?
Kehilangan Kelantan FC dari Liga Super bukan cuma soal satu klub, tapi juga tentang dampak besar yang ditinggalkannya. Seperti batu yang dilempar ke kolam, riaknya terasa di mana-mana.
Liga Super yang Mengecil
Tanpa Kelantan FC, Liga Super 2024-2025 hanya diikuti 13 tim, termasuk raksasa seperti Johor Darul Ta’zim dan Selangor. Presiden MFL, Datuk Ab Ghani Hassan, bilang ini adalah langkah untuk menjaga profesionalisme. Ada rencana mengisi slot kosong dengan tim dari Liga Amatir M3, tapi akhirnya liga memilih jalan dengan tim lebih sedikit. Ini mengubah jadwal dan jumlah laga, meski tak mengguncang dominasi tim besar. Tapi, kehilangan Kelantan FC jelas mengurangi warna kompetisi.
Kelantan Darul Naim FC: Pengganti yang Belum Siap
Kelantan Darul Naim FC, hasil rebranding dari Kelantan United FC, hadir untuk mengisi kekosongan. Tujuannya mulia: menyatukan penggemar Kelantan di bawah satu bendera. Tapi, di lapangan, mereka seperti anak baru yang masih belajar berjalan. Di Liga Super 2024-2025, mereka terpuruk di dasar klasemen, cuma menang dua kali dari 21 laga, dengan 14 gol diciptakan dan 69 gol kebobolan. Rivalitas lama dengan Kelantan FC juga membuat sebagian penggemar ogah mendukung tim ini. Akar rumput sepak bola Kelantan masih terasa hampa.
Hati Penggemar yang Patah
Bagi “The Red Warriors,” kepergian Kelantan FC seperti kehilangan bagian dari jiwa. Stadion Sultan Muhammad IV, yang dulu tak pernah sepi, kini sunyi dari laga Liga Super. Penggemar meluapkan frustrasi lewat protes, menunjukkan betapa dalamnya luka ini. Banyak yang khawatir tradisi sepak bola Kelantan bakal pudar, membuat anak-anak muda kehilangan semangat untuk menendang bola.
Ekonomi lokal juga ikut terpukul. Pedagang makanan, suvenir, dan ojek di sekitar stadion kehilangan pemasukan dari hari pertandingan. Ini bukan cuma soal sepak bola, tapi juga kehidupan masyarakat sekitar.
Pemain dan Staf yang Terombang-ambing
Pembubaran klub memaksa pemain dan staf mencari jalan baru. Pemain top mungkin masih punya peluang di klub Liga Super lain atau liga tetangga seperti Thailand. Tapi, bagi pemain muda atau staf dengan pengalaman minim, ini seperti memulai dari nol. Keputusan klub untuk mundur dari Liga A1 Semi-Pro dan Liga M3 makin mempersempit ruang mereka untuk tetap berkarier.
Pelajaran dan Harapan untuk Sepak Bola Kelantan
Kisah Kelantan FC seperti cermin yang memperlihatkan rapuhnya sepak bola Malaysia jika tak dikelola dengan baik. Krisis ini bukan cuma soal Kelantan, tapi juga peringatan untuk klub lain. Kedah Darul Aman dan Kuala Lumpur City, misalnya, juga bergulat dengan masalah keuangan, meski belum separah Kelantan. MFL sudah tegas dengan aturan lisensi, tapi tantangan keuangan butuh solusi yang lebih besar.
FAM dan MFL bisa membantu klub membangun model pendanaan yang kuat, misalnya lewat sponsor, hak siar, atau akademi pemain. Di Kelantan, pemerintah daerah dan swasta juga bisa turun tangan, entah dengan investasi atau program pemuda. Sementara itu, Kelantan Darul Naim FC harus berbenah jika ingin jadi penerus yang layak. Akademi seperti Akademik Bola Sepak Darulnaim bisa jadi kunci untuk melahirkan talenta baru.
Meski Kelantan FC kini tenggelam, semangat “The Red Warriors” masih hidup di hati penggemar. Mungkin butuh waktu, tapi dengan langkah yang tepat—restrukturisasi KAFA, investor baru, atau membangun ulang dari liga bawah—sepak bola Kelantan bisa bangkit. Seperti kata pepatah, “Jatuh tujuh kali, bangun delapan kali.” Harapan itu masih ada.
Jangan lupa ikuti score.co.id untuk info terbaru seputar Liga Super Malaysia dan kisah-kisah menarik dari dunia sepak bola!












