Timnas Tak Logis ke Piala Dunia
score.co.id – Mimpi Timnas Indonesia untuk tampil di Piala Dunia 2026 kembali pupus. Namun, gemanya justru memicu perdebatan sengit yang menyentuh akar persoalan sepak bola nasional. Alex Pastoor, mantan asisten pelatih Timnas Indonesia, dengan berani menyatakan bahwa target lolos Piala Dunia bagi Indonesia adalah sesuatu yang tidak logis. Pernyataan kontroversialnya, yang dilontarkan melalui berbagai media Belanda pada 21-22 Oktober 2025, bagai tamparan keras bagi publik dan federasi. Lantas, apa yang mendasari analisis blak-blakan dari sang pelatih Belanda ini, dan bagaimana reaksi yang menyertainya?
Dibalik Pernyataan Kontroversial Alex Pastoor
Pernyataan Pastoor tidak muncul dari ruang hampa. Ini adalah respons langsung atas akhir yang pahit dari perjalanan Timnas Indonesia di ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Kekalahan 2-3 dari Arab Saudi dan 0-1 dari Irak menjadi penanda kegagalan, yang berujung pada pemecatan dirinya bersama pelatih kepala Patrick Kluivert oleh PSSI pada 16 Oktober 2025. Kembali ke Belanda, Pastoor membuka suara dalam wawancara eksklusif dengan Voetbal International dan podcast Rondo, yang kemudian dikutip luas oleh media nasional.

Inti dari pandangannya adalah realitas pahit peringkat FIFA Indonesia. “Mencapai Piala Dunia memang luar biasa, tetapi sebagai tim peringkat ke-119, hal itu tidak logis dan tidak mudah,” ujar Pastoor, menekankan kesenjangan kualitas yang terlampau lebar antara Indonesia dengan kekuatan Asia seperti Arab Saudi dan Irak. Ia melihat bahwa ekspektasi tinggi yang dibebankan justru menciptakan tekanan negatif yang kontra-produktif bagi tim yang masih dalam fase transisi dan pembangunan.
Analisis Mendalam: Lima Pilar Alasan Ketidaklogisan
Pernyataan Pastoor bukan sekadar keluhan, melainkan sebuah diagnosis yang dirincinya dalam wawancara panjang, termasuk di YouTube Channel Tommy Desky. Analisisnya mengerucut pada lima alasan fundamental yang menjelaskan mengapa mimpi Piala Dunia 2026 adalah sebuah ilusi bagi Indonesia pada saat ini.
1. Realitas Peringkat FIFA dan Kesenjangan Kualitas
Peringkat 119 FIFA Indonesia (per Oktober 2025) bukan sekadar angka. Bagi Pastoor, ini adalah cerminan nyata dari jurang kualitas yang harus dihadapi. Melawan tim-tim yang sudah mapan di papan atas Asia, seperti Arab Saudi yang akhirnya lolos otomatis, adalah sebuah tantangan yang tidak seimbang. Timnas tidak hanya kalah dalam hal skor, tetapi juga dalam penguasaan permainan, kedalaman skuad, dan kematangan taktik. Fondasi yang masih rapuh ini membuat ambisi besar terasa dipaksakan.
2. Tim Masih dalam Fase Transisi yang Belum Tuntas
Pastoor menegaskan bahwa tim masih berada dalam proses transisi yang belum terselesaikan secara menyeluruh. Pergantian dari era Shin Tae-yong, yang banyak mengandalkan pemain naturalisasi, ke pendekatan taktis Kluivert-Pastoor membutuhkan waktu adaptasi yang tidak singkat. “Proses transisi belum tuntas secara menyeluruh; tim butuh waktu untuk membangun karakter bermain,” katanya. Proses ini terputus di tengah jalan sebelum sebuah identitas permainan yang kokoh benar-benar terbentuk.
3. Ekspektasi Tinggi dan Tekanan yang Menghambat
Salah satu poin terkuat Pastoor adalah tentang beban psikologis yang harus dipikul pemain dan staf pelatih. Ekspektasi untuk langsung lolos ke Piala Dunia, tanpa mempertimbangkan proses bertahap, justru menciptakan atmosfer tekanan yang tidak sehat. Alih-alih memacu performa, tekanan ini sering kali membuat tim bermain dengan beban berat, takut membuat kesalahan, dan kesulitan mengekspresikan permainan terbaik mereka.
4. Upaya Maksimal Pelatih yang Tidak Cukup
Dengan jujur, Pastoor mengakui bahwa dirinya dan Kluivert telah memberikan upaya terbaik. Strategi telah dijelaskan kepada pemain, semangat juga dijaga tetap tinggi. Namun, semua itu tidak cukup untuk mengimbangi kualitas lawan. “Kami jelaskan strategi ke pemain, semangat mereka tinggi, tapi kesenjangan kualitas terlihat di lapangan,” ujarnya. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa masalahnya terletak lebih dalam, pada kelemahan struktural yang tidak bisa diperbaiki hanya dalam waktu singkat oleh pelatih.
5. Perlunya Fokus pada Proyek Jangka Panjang
Alasan kelima ini sekaligus merupakan rekomendasi Pastoor untuk PSSI. Daripada terpaku pada target instan seperti Piala Dunia, federasi seharusnya fokus pada pembangunan berkelanjutan. “Tekanan berlebih menghambat; federasi perlu rencana realistis untuk pembangunan berkelanjutan,” tegasnya. Ini berarti investasi jangka panjang pada liga domestik (Liga 1), akademi sepak bola, dan pengembangan pemain muda harus menjadi prioritas utama untuk mendongkrak peringkat FIFA secara bertahap.
Gelombang Reaksi: Kontroversi dan Kritik Nasional
Pernyataan Pastoor langsung memicu badai reaksi di tanah air. Media sosial, khususnya platform X, dipenuhi dengan cibiran dan debat sengit. Banyak suporter, seperti dari kelompok La Grande, yang menuduh Pastoor sebagai “pengecut” dan merendahkan semangat Timnas Indonesia. Sebuah post viral bahkan membandingkannya dengan kesuksesan Timnas U-17 yang berhasil lolos ke Piala Dunia U-17, mempertanyakan mengapa tim senior justru gagal.
Reaksi Politik dan Media
Tidak hanya dari suporter, reaksi keras juga datang dari kalangan politik. Andre Rosiade, anggota DPR RI dan penasihat Semen Padang FC, meluapkan kemarahannya di Instagram. “Kalian yang tidak serius. Kalian hancurkan mimpi kami ke Piala Dunia. Sekarang keluarkan sejuta alasan. Dasar londo, simulasi taktik aja enggak pernah ada selama di Arab Saudi,” tulis Rosiade, menantang PSSI untuk membantah klaimnya. Komentar ini mencerminkan kekecewaan dan frustrasi mendalam yang dirasakan banyak pihak.
Bahkan media asing ikut bersuara. Media olahraga Vietnam, Bongda, dengan nada mengejek menyoroti ekspektasi Indonesia yang dianggap terlalu tinggi, yang justru memperuncing rivalitas di kawasan Asia Tenggara. Di sisi lain, beberapa analis dalam negeri melihat pernyataan Pastoor sebagai panggilan bangun yang diperlukan. Mereka berargumen bahwa kritik tersebut, meski pahit, adalah kenyataan yang harus dihadapi agar sepak bola Indonesia bisa membenahi diri dari dasar.
Penutup: Refleksi dan Jalan Ke Depan bagi Garuda
Pandangan realistis Alex Pastoor mungkin terasa pahit, tetapi ia menyodorkan sebuah cermin bagi sepak bola Indonesia. Kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026 dan kontroversi yang menyertainya harus menjadi momentum introspeksi. Alih-alih terus berganti pelatih dengan target instan, PSSI perlu menunjukkan komitmen pada proyek jangka panjang. Pembinaan pemain muda, peningkatan kompetisi liga domestik, dan manajemen tim nasional yang lebih profesional adalah pilar-pilar yang tidak bisa ditawar lagi.
Kesuksesan Timnas U-17 membuktikan bahwa Indonesia memiliki bibit-bibit potensial. Tantangannya adalah bagaimana membawa potensi itu ke tingkat senior dengan proses yang tepat. Pernyataan Pastoor, terlepas dari kontroversinya, mengingatkan semua pihak bahwa jalan menuju puncak dunia membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan perencanaan yang matang, bukan hanya euforia dan ambisi semata.
Jangan lewatkan perkembangan terbaru seputar Timnas Indonesia dan berita sepakbola terkini lainnya hanya di Score.co.id!












