Jose Mourinho tim yang Dilatih Sepanjang Karir, Terbaru

Jejak Karir Jose Mourinho: Klub yang Pernah Dilatih

Jose Mourinho tim yang Dilatih
Jose Mourinho tim yang Dilatih

Jose Mourinho tim yang Dilatih

score.co.id – Perjalanan karier José Mourinho bagai epik tak tertandingi dalam sepak bola modern. Dari seorang penerjemah menjadi legenda yang dijuluki The Special One, ia menghadirkan revolusi di setiap klub yang disentuhnya. Dengan 11 tim di 5 negara, Mourinho tak hanya mengoleksi trofi, tapi juga meninggalkan warisan taktis dan kontroversi yang abadi. Kini, di usia 62 tahun, tantangan terbarunya adalah membangkitkan Fenerbahçe-klub Istanbul yang haus gelar. Bagaimana peta kariernya berevolusi? Simak analisis eksklusif

Peta Perjalanan Karier: Dari Benfica Hingga Fenerbahçe

Mourinho memulai debut sebagai pelatih kepala di SL Benfica pada September 2000. Meski hanya bertahan 76 hari, fondasi kepemimpinannya sudah terlihat. Ia hijrah ke União de Leiria (2001-2002), membawa tim kecil itu ke papan tengah liga Portugal-prestasi yang menarik perhatian FC Porto.

Jejak Karir Jose Mourinho Klub yang Pernah Dilatih
Jejak Karir Jose Mourinho: Klub yang Pernah Dilatih

Di Porto (2002-2004), Mourinho meledak. Dua gelar Liga Portugal, satu Piala UEFA (2003), dan mahkota Liga Champions (2004) ia persembahkan. Timnya yang disiplin dan mematikan dalam serangan balik menjadi momok bagi raksasa Eropa. Kesuksesan ini membukanya pintu ke Chelsea FC.

Era Pertama Chelsea (2004-2007) menjadi awal dominasi di Inggris. Dua gelar Premier League beruntun (2005, 2006) ia raih, memecahkan rekor poin (95) dan hanya kebobolan 15 gol dalam satu musim. Namun, konflik dengan pemilik Roman Abramovich memicu kepergiannya pada 2007.

Inter Milan (2008-2010) adalah puncak kejayaannya. Mourinho menyelesaikan treble bersejarah: Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champions (2010). Timnya mengandalkan pertahanan baja dan serangan kilat Diego Milito. Setelah menaklukkan Eropa, ia menjawab tantangan Real Madrid (2010-2013). Di sini, ia mematahkan dominasi Barcelona dengan merebut La Liga (2012) lewat 100 poin-rekor saat itu.

Baca Juga  Pemkot Denpasar kembangkan kampung kuliner makanan laut di Serangan

Kembali ke Chelsea (2013-2015) membuahkan gelar Premier League ketiganya pada 2015. Sayang, musim ketiganya berantakan: 9 kekalahan dalam 16 laga membuat ia dipecat. Manchester United (2016-2018) memberinya trofi Liga Europa dan Piala Liga, tapi gagal bersaing di liga.

Tottenham Hotspur (2019-2021) adalah babak singkat tanpa trofi. Ia dipecat tepat sebelum laga final Piala Liga. Di AS Roma (2021-2024), Mourinho bangkit dengan trofi Liga Konferensi Eropa (2022) dan membawa tim ke final Liga Europa (2023). Pada Januari 2024, ia hengkang setelah hasil mengecewakan.

Kini, sejak Juli 2024, ia memimpin Fenerbahçe. Tantangannya jelas: mengembalikan tim Turki itu ke puncak setelah 10 tahun puasa gelar Süper Lig.

Analisis Taktikal: Rahasia Fleksibilitas Sang Pragmatis

Mourinho sering dicap defensif, tapi kekuatan sejatinya adalah adaptasi. Ia tak memaksakan satu filosofi, melainkan membentuk taktik berdasarkan pemain dan lawan.

  • Organisasi Pertahanan: Timnya membangun blok pertahanan rapat, memaksa lawan bermain di sayap. Di Inter Milan 2010, ia memakai sistem low block dengan Lucio dan Walter Samuel sebagai benteng.
  • Transisi Mematikan: Serangan baliknya seperti pedang terhunus. Di Real Madrid, Cristiano Ronaldo dan Angel Di Maria jadi eksekutor umpan terobosan Xabi Alonso.
  • Pragmatisme Bola: Mourinho tak peduli penguasaan bola. Saat Chelsea kalah 2-0 dari Paris Saint-Germain di Liga Champions 2015, ia memerintahkan tim bermain umpan panjang ke Didier Drogba-berbalik menang 3-1.

Formasinya pun dinamis: 4-3-3 di Porto, 4-2-3-1 di Chelsea, hingga 3-5-2 di AS Roma. Pola ini efektif meraih trofi cepat, tapi rentan stagnasi. Sebab, ia lebih reaktif (mengeksploitasi kelemahan lawan) ketimbang progresif (membangun identitas jangka panjang).

Dampak dan Sindrom Musim Ketiga

Kedatangan Mourinho selalu membawa dampak instan:

  1. Musim Pertama: Membangun mental juara dan trofi “minor”. Contoh: Piala EFL di Manchester United (2017).
  2. Musim Kedua: Puncak keemasan. Gelar Liga Premier di Chelsea (2015) atau Scudetto di Inter (2010).
  3. Musim Ketiga: Krisis. Performa anjlok, konflik dengan pemain/pemilik, dan perceraian pahit.
Baca Juga  Rekap Ranking FIFA Timnas Indonesia di Bawah Shin Tae-yong - Naik 41 Strip dan Pecahkan Rekor 13 Tahun

Pola ini disebut “Sindrom Musim Ketiga”. Mentalitas us against the world (kita vs dunia) awalnya menyatukan tim. Tapi saat hasil memburuk, ia berubah jadi bumerang. Pemain lelah dengan tekanan psikologis dan taktik defensif.

Membedah Perpisahan Pahit di Tiga Klub Elite

  1. Real Madrid (2013): Mourinho hengkang setelah konflik dengan Iker Casillas dan Sergio Ramos. Ia menuding duo kapten itu “bocor” strategi ke media.
  2. Chelsea (2015): Ruang ganti “toksik” pasca kekalahan beruntun. Eden Hazard dituding tak mau bertahan, memicu perpecahan.
  3. Manchester United (2018): Paul Pogba jadi simbol ketidakcocokan. Mourinho ingin pemain disiplin, sementara Pogba lebih ekspresif. Manajemen memilih sang bintang.

Di Roma, siklus serupa terulang. Musim ketiga diwarnai 7 kekalahan dalam 12 laga-terburuk sejak 2003.

Fenerbahçe: Babak Baru atau Epilog?

Di Fenerbahçe, Mourinho mewarisi tim yang finis kedua di Süper Lig 2024. Tantangannya kompleks:

  • Tekanan Fans: Suporter Fener dikenal paling vokal di Turki.
  • Rivalitas: Galatasaray dan Besiktas adalah musuh bebuyutan.
  • Ekspektasi Trofi: Klub terakhir juara liga pada 2014.

Jika berhasil, ia akan jadi pahlawan abadi. Jika gagal, sindrom musim ketiga mungkin kembali menghantui. Tapi Mourinho tetaplah sang Special One: pelatih dengan 26 trofi, termasuk 2 Liga Champions. Ia membuktikan bahwa sepak bola tak hanya tentang keindahan, tapi juga kemenangan.

Tetaplah di score.co.id untuk update terbaru seputar taktik, transfer, dan cerita di balik lapangan hijau!