Leicester juara epl pelatih: Sosok Claudio Ranieri & taktiknya ?

Mengenang taktik jitu & kisah sukses Ranieri bawa The Foxes juara

Leicester Juara Epl Pelatih
Leicester Juara Epl Pelatih

Leicester juara epl pelatih

score.co.id, kami selalu terpikat oleh cerita-cerita sepak bola yang tak hanya menghibur, tapi juga menginspirasi. Salah satu yang paling legendaris adalah keberhasilan Leicester City menjuarai Liga Primer Inggris (EPL) musim 2015-16 di bawah asuhan Claudio Ranieri. Bayangkan, sebuah tim dengan peluang 5000-1, yang dianggap tak punya harapan, tiba-tiba mengguncang dunia. Bagaimana seorang pelatih dengan pendekatan sederhana namun jenius bisa membawa The Foxes ke puncak? Yuk, kita telusuri perjalanan luar biasa ini!

Musim 2024-25: Kontras dengan Kejayaan Leicester di Masa Lalu

Sebelum kita bernostalgia dengan keajaiban masa lalu, mari kita lihat kondisi Leicester City saat ini. Musim 2024-25 benar-benar menjadi mimpi buruk bagi mereka. Hanya mengantongi 18 poin dari 33 laga, The Foxes terpuruk di posisi ke-19 dan resmi terdegradasi ke Championship pada 20 April 2025 setelah kalah tipis 1-0 dari Liverpool. Dengan cuma empat kemenangan dan kebobolan 73 gol, musim ini jadi salah satu yang paling kelam dalam sejarah klub.

Mengenang taktik jitu & kisah sukses Ranieri bawa The Foxes juara
Mengenang taktik jitu & kisah sukses Ranieri bawa The Foxes juara

Krisis ini diperparah oleh pergantian pelatih yang berantakan. Steve Cooper didepak pada November 2024, digantikan caretaker Ben Dawson, sebelum Ruud van Nistelrooy akhirnya menjabat permanen di Desember. Meski ada Jamie Vardy yang masih bersinar dengan tujuh gol, Leicester seolah kehilangan arah. Bayangkan, sembilan laga kandang tanpa sebiji gol pun! Situasi ini membuat kejayaan 2015-16 terasa seperti dongeng dari dunia lain, sekaligus menegaskan betapa istimewanya karya Ranieri dulu.

Baca Juga  Inter Milan Kalah dari Musuh Terkutuk, Selamat Tinggal Rekor 100 Poin

Claudio Ranieri: Maestro di Balik Keajaiban Leicester

Claudio Ranieri bukan sosok baru di sepak bola saat tiba di Leicester pada Juli 2015. Dengan pengalaman menangani klub top seperti Chelsea, Juventus, dan AS Roma, ia punya segudang ilmu. Tapi, jujur saja, banyak yang mencibir saat ia ditunjuk. Maklum, Ranieri baru saja dipecat dari timnas Yunani setelah kekalahan memalukan melawan Kepulauan Faroe. Siapa sangka, pria Italia ini justru akan menciptakan keajaiban?

Bagi saya, kehebatan Ranieri bukan cuma soal taktik, tapi juga karismanya. Ia punya cara menyenangkan untuk menyatukan tim, seperti seorang ayah yang tahu kapan harus tegas atau bercanda. Ingat momen saat ia memilih makan siang bareng ibunya di Roma ketimbang nonton laga penentu gelar? “Saya orang Italia, keluarga nomor satu,” katanya sambil terkekeh. Sikap rendah hati ini bikin pemain dan fans jatuh cinta. Ranieri membuktikan, kadang sikap santai justru bisa meredam tekanan besar.

Perjalanan Karier Ranieri: Dari Cagliari hingga Roma

Karier Ranieri dimulai dari bawah, melatih klub-klub kecil di Italia pada akhir 1980-an. Ia pertama kali bikin orang melongo saat membawa Cagliari naik dari Serie C1 ke Serie A secara beruntun. Setelah itu, ia menorehkan sukses di Napoli, Fiorentina, dan Valencia, mengoleksi trofi seperti Coppa Italia dan Copa del Rey. Meski pernah jatuh bangun—seperti saat dipecat dari Atletico Madrid—Ranieri selalu punya semangat untuk bangkit.

Kini, di usia 73 tahun pada 2025, ia masih bersinar. Kembali ke AS Roma, klub masa kecilnya, Ranieri sedang merintis proyek ambisius di Serie A. Tapi, jujur, apa pun yang ia lakukan sekarang, kisah Leicester 2015-16 tetap jadi puncak kariernya. Itu seperti lukisan masterpiece yang tak akan pernah usang.

Taktik Ranieri: Cetak Biru Keberhasilan Leicester 2015-16

Keberhasilan Leicester bukan cuma soal keberuntungan, tapi taktik Ranieri yang sederhana namun mematikan. Apa saja kuncinya? Mari kita bedah satu per satu.

Formasi 4-4-2: Kesederhanaan yang Efektif

Di era sepak bola modern yang penuh formasi rumit, Ranieri memilih 4-4-2 klasik. Banyak yang bilang itu kuno, tapi ia membuktikan eksekusi adalah segalanya. Formasi ini bikin Leicester seimbang: kuat di belakang, lincah di depan. Kadang, mereka beralih ke 4-4-1-1 saat bertahan, tapi selalu terlihat rapi. Kesederhanaan ini justru jadi kekuatan, seperti resep makanan rumahan yang selalu enak.

Baca Juga  Umur Pemain Bola Termuda, Rekor Baru dan Calon Bintang

Pertahanan Kokoh: Fondasi Kemenangan

Lini belakang Leicester ibarat benteng yang tak goyah. Wes Morgan dan Robert Huth adalah duet stopper yang sulit ditembus, didukung Danny Simpson dan Christian Fuchs di sisi sayap. Ranieri mengajarkan mereka bertahan dalam dua blok empat, menutup celah dengan disiplin. Hasilnya? Hanya 36 gol kebobolan sepanjang musim, salah satu rekor terbaik di EPL saat itu.

Serangan Balik Mematikan: Senjata Utama

Kalau ada satu hal yang bikin Leicester ditakuti, itu adalah serangan balik mereka. Jamie Vardy dengan kecepatannya dan Riyad Mahrez dengan kelincahannya adalah duo maut. Mereka bisa menghukum tim besar seperti Manchester City atau Liverpool dalam sekejap. Saya masih ingat gol Vardy melawan Liverpool—lari kencang, tendang voli, gol! Itu seperti kilat di lapangan.

Lini Tengah Dinamis: Peran Kanté dan Drinkwater

N’Golo Kanté adalah jantung Leicester. Pria mungil ini seperti mesin yang tak pernah lelah, merebut bola dan menutup ruang dengan mudah. Bersama Danny Drinkwater, yang jago mengatur irama permainan, mereka menciptakan harmoni sempurna. Kanté bahkan punya 175 tekel sukses, rekor yang bikin lawan pusing. Keren, kan?

Eksploitasi Sayap: Kreativitas Mahrez dan Albrighton

Ranieri tahu cara memanfaatkan sayap dengan cerdas. Mahrez, dengan dribel ajaibnya, sering masuk ke dalam untuk membuka peluang. Sementara itu, Marc Albrighton di sisi kiri rajin mengirim umpan silang akurat. Kombinasi ini bikin Leicester tak cuma bergantung pada serangan balik, tapi juga bisa mencetak gol dari permainan terbuka.

Efisiensi di Depan Gawang

Leicester bukan tim yang suka membuang-buang peluang. Dengan tingkat konversi gol hampir 20%, mereka sangat klinis. Umpan cepat ke Vardy atau Mahrez sering berujung gol, membuat serangan mereka tak terduga. Ini seperti sniper yang selalu tepat sasaran.

Baca Juga  Andre Onana Ungkap Pernah Tolak Arsenal dan Chelsea Sebelum Gabung Manchester United

Pemain Kunci di Balik Kejayaan

Taktik hebat tak akan jalan tanpa pemain yang tepat. Jamie Vardy, dengan rekor gol di 11 laga beruntun, adalah simbol kerja keras. Riyad Mahrez, yang dinobatkan sebagai Pemain Terbaik PFA, membawa sihir di lapangan. N’Golo Kanté, dengan energi tak habis-habis, adalah dinamo tim. Jangan lupa Wes Morgan dan Robert Huth, pilar kokoh di belakang, serta Kasper Schmeichel, kiper yang sering jadi penyelamat dengan refleks luar biasa. Bersama, mereka adalah tim impian Ranieri.

Warisan Ranieri: Inspirasi Abadi

Meski dipecat pada 2017 setelah hasil buruk, warisan Ranieri di Leicester tak pernah pudar. Gelar EPL 2015-16 adalah bukti bahwa mimpi besar bisa jadi kenyataan. Kisah ini menginspirasi klub-klub kecil untuk berani melawan raksasa. Bahkan di 2025, saat Leicester terdegradasi, kenangan akan musim ajaib itu masih menghangatkan hati fans.

Ranieri sendiri tetap jadi sosok relevan. Kembalinya ke AS Roma menunjukkan ia masih punya api untuk sepak bola. Bagi saya, ia adalah pengingat bahwa passion dan kerja keras bisa mengalahkan segala rintangan.

Mengapa Kisah Ini Penting?

Leicester 2015-16 mengajarkan bahwa sepak bola bukan cuma soal duit atau nama besar. Dengan bujet jauh lebih kecil dari klub seperti Manchester United, mereka membuktikan strategi dan semangat tim bisa mengubah segalanya. Kisah ini juga jadi pengingat: di sepak bola, kejutan selalu mungkin.

Tapi, degradasi di 2024-25 menunjukkan betapa sulitnya menjaga kejayaan. Pergantian pelatih dan kurangnya adaptasi taktik adalah pelajaran keras. Sebagai penggemar, saya belajar bahwa mendukung tim itu artinya setia di saat senang maupun susah.

Rangkuman dan Opini Akhir

Claudio Ranieri adalah otak di balik keajaiban Leicester City 2015-16. Dengan formasi 4-4-2 yang simpel, pertahanan kuat, dan serangan balik mematikan, ia mengubah tim underdog jadi juara EPL. Pemain seperti Vardy, Mahrez, dan Kanté adalah pahlawan lapangan, sementara pendekatan manusiawi Ranieri menyatukan mereka. Meski Leicester kini terpuruk, kisah ini tetap jadi inspirasi bahwa keberanian bermimpi bisa mengubah nasib.

Jangan lupa ikuti score.co.id untuk info terbaru seputar sepak bola, dari analisis mendalam hingga kabar transfer terkini!